Waspada Cuaca ekstrim mengancam sebagian wilayah diindonesia
TabloidNusa - Tak ada yang bisa menebak pola cuaca belakangan ini. Kendati tak ada curah hujan yang ekstrem sepanjang 2019, banyak yang meyakini kalau sebenarnya musim hujan sudah lewat. Apalagi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu lalu telah merilis bahwa sebagian wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau pada awal April 2019.
Namun, kenyataannya tidak begitu. Tak ada tanda-tanda musim kemarau. Di Jakarta misalnya, sepanjang pekan lalu hujan turun hampir setiap hari dengan pola yang hampir sama. Matahari memperlihatkan diri di pagi hari, siang sampai malam giliran hujan yang mengguyur.
Sementara itu, sedikitnya lima kereta api juga terganggu perjalanannya akibat banjir di sekitar Stasiun Pasuruan, Jawa Timur, Senin pagi. Satu di antaranya terpaksa dibatalkan setelah hujan deras mengguyur kawasan itu, Senin dini hari.
"Potensi hujan lebat hingga awal Mei di sejumlah daerah memang harus diwaspadai," kata Taufan menanggapi peristiwa itu.
Cuaca ekstrem yang terjadi memang selaras dengan prediksi BMKG, bahwa potensi hujan lebat untuk periode 29 April-2 Mei 2019 dapat terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua.
BMKG memprediksi hujan lebat berpeluang terjadi di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan Papua.
Untuk wilayah Indonesia lain yang juga berpeluang terjadi hujan dengan intensitas lebat disertai angin kencang dan kilat/petir sepanjang Senin di antaranya Aceh, Jawa Barat, Jabodetabek, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara dan Maluku.
Sementara untuk Selasa ini, wilayah yang berpotensi hujan lebat disertai kilat serta petir dan angin kencang meluas ke beberapa wilayah seperti Aceh, Jawa Barat, Jabodetabek, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Maluku.
"MJO yang tumbuh dan berkembang di Samudera Hindia sejak beberapa hari lalu memberikan dampak berupa peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat," ujar Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono R Prabowo, dalam keterangan tertulisnya.
"Dilihat dari aspek iklim, saat ini misalnya wilayah Jabodetabek masih dalam periode akhir musim hujan. Dan dari aspek dinamika atmosfer saat ini di atas wilayah Indonesia sedang ada gelombang atmosfer MJO, gelombang atmosfer dari Samudera Hindia yang membawa banyak uap air, sehingga pertumbuhan awan hujan di Indonesia semakin intens," jelas Taufan.
Curah Hujan di Siklus MJO
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai cuaca ekstrem yang akan terjadi hingga Kamis pekan ini. Pada periode akhir April hingga awal Mei mendatang, diperkirakan akan terjadi potensi hujan lebat di sejumlah kawasan di Indonesia.
Kondisi cuaca ekstrem kali ini disebut-sebut dipengaruhi aktivitas Madden Julian Oscalliation (MJO) pada fase basah yang diprediksi cukup signifikan dalam periode satu pekan ke depan. MJO pula yang menjadi penyebab hujan disertai puting beliung yang belakangan kerap terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
MJO sendiri merupakan gangguan awan, hujan, angin, dan tekanan udara yang melintasi kawasan tropis dan kembali ke titik awal dalam kurun waktu rata-rata 30 hingga 60 hari. MJO kerap digambarkan sebagai variabilitas iklim tropis interseasonal (bervariasi setiap minggunya).
Kemarau yang Datang Terlambat
Posisi geografis Indonesia yang strategis, terletak di daerah tropis, di antara Benua Asia dan Australia, di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, serta dilalui garis katulistiwa, terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur, dikelilingi oleh luasnya lautan, menyebabkan kita memiliki keragaman cuaca dan iklim.
Keragaman iklim Indonesia dipengaruhi fenomena global seperti El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang bersumber dari wilayah Ekuator Pasifik Tengah dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang bersumber dari wilayah Samudra Hindia barat Sumatera hingga timur Afrika.
Keragaman iklim itu juga dipengaruhi oleh fenomena regional, seperti sirkulasi angin monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Antar-Tropis atau Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan daerah pertumbuhan awan, serta kondisi suhu permukaan laut sekitar wilayah Indonesia.
Dilansir dari BMKG, prakiraan musim kemarau 2019 secara umum dapat disimpulkan, awal musim kemarau 2019 di 342 Zona Musim (ZOM) diprakirakan umumnya mulai bulan April 2019 sebanyak 79 ZOM (23.1%), Mei 2019 sebanyak 99 ZOM (28.1%), dan Juni 2019 sebanyak 96 ZOM (28.1%).
Sedangkan beberapa daerah lainnya, awal musim kemarau terjadi pada Januari 2019 sebanyak 1 ZOM (0.3%), Februari 2019 sebanyak 3 ZOM (0.9%), Maret 2019 sebanyak 22 ZOM (6.4%), Juli 2019 sebanyak 25 ZOM (7.3%), Agustus 2019 sebanyak 14 ZOM (4.1%), September 2019 sebanyak 2 ZOM (0.6%), dan Oktober 2019 1 ZOM (0.3%).
Jika dibandingkan terhadap rata-ratanya selama 30 tahun (1981- 2010) di 342 Zona Musim, awal musim kemarau 2019 sebagian besar daerah yaitu 126 ZOM (36.8%) mundur jika dibandingkan dengan rata-ratanya dan 125 ZOM (36.6%) sama terhadap rata-ratanya. Sedangkan yang maju terhadap rata-rata 91 ZOM (26.6%).
Sifat hujan selama musim kemarau 2019 di sebagian besar daerah yaitu 214 ZOM (62.5%) diprakirakan normal dan 82 ZOM (24.0%) bawah normal. Sedangkan atas normal yaitu sebanyak 82 ZOM (13.5%).
Puncak musim kemarau 2019 di 342 Zona Musim (ZOM) diprakirakan umumnya terjadi pada bulan Agustus 2019 sebanyak 233 ZOM (68.1%). Sedangkan beberapa daerah lainnya puncak musim hujan terjadi pada Februari 2019 sebanyak 2 ZOM (0.6%), Juni 2019 sebanyak 4 ZOM (1.2%), Juli 2019 sebanyak 44 ZOM (12.9%), September 2019 sebanyak 50 ZOM (14.9%), Oktober 2019 sebanyak 6 ZOM (1.8%), November 2019 sebanyak 1 ZOM (0.3%), dan Desember 2019 sebanyak 1 ZOM (0.3%).
Itu artinya, sebagian besar wilayah Indonesia ternyata belum memasuki puncak musim hujan sama sekali, meski saat ini harusnya kita sudah mulai memasuki musim kemarau. Sebab, berdasarkan data yang dilansir BMKG, awal musim kemarau sejatinya sudah mulai memasuki wilayah Indonesia sejak awal April 2019.
Untuk itu, BMKG meminta masyarakat tetap mengikuti informasi tentang perkembangan cuaca mutakhir, selain tetap waspada dengan fenomena cuaca yang terjadi di kawasan tempat tinggal masing-masing.
"Tetaplah berhati-hati, dengan mengikuti update informasi dari semua saluran komunikasi resmi yang dimiliki oleh BMKG, atau dari media sosial, website dan yang lainnya," pungkas Kepala Bidang Humas BMKG Taufan Maulana.
Sumber
Post a Comment